Huta Siallagan adalah desa tradisional Batak yang terletak di Pulau Samosir, Sumatera Utara, Indonesia. Orang Batak adalah suku asli dari daerah tersebut, yang dikenal dengan budaya dan adat istiadatnya yang unik. Huta Siallagan dikenal dengan arsitektur tradisionalnya, dengan rumah-rumah yang dibangun menggunakan bahan-bahan alami seperti kayu, bambu, dan ilalang.
Di desa ini juga terdapat beberapa makam batu yang diyakini sebagai tempat peristirahatan terakhir raja-raja Batak dan tokoh penting lainnya. Hari ini, Huta Siallagan adalah tujuan wisata yang populer, menawarkan pengunjung sekilas ke warisan budaya orang Batak yang kaya.
Destinasi Wisata Huta Siallagan Samosir
Huta Siallagan merupakan destinasi yang wajib dikunjungi bagi mereka yang ingin merasakan kekayaan budaya dan sejarah masyarakat Batak. Desa ini tidak hanya terkenal dengan arsitektur tradisional dan makam batunya, tetapi juga karena seni budayanya yang terkenal.
Ketika berkunjung kemari, pertama Anda akan menemukan jejeran rumah adat Batak atau di kenal juga dengan nama Rumah Bolon dengan di hiasi ukiran gorga Batak. Rumah adat yang ada di Huta Siallagan terdiri dari 3 jenis, yaitu Rumah Bolon, Rumah Siamporik, dan Rumah Sibola Tali. Rumah Bolon bentuknya lebih besar, tangga dari dalam dan dihuni oleh raja dan anaknya.
Salah satu seni budaya yang paling populer adalah tarian Sigale-gale, di mana boneka kayu dimainkan oleh sekelompok dalang terampil. Pengunjung juga dapat menikmati pertunjukan musik tradisional, mencicipi masakan lokal, serta mempelajari adat dan kepercayaan masyarakat Batak.
Selain wisata budaya, Huta Siallagan juga dikelilingi pemandangan alam yang indah. Desa ini terletak di atas bukit, memberikan pemandangan Danau Toba dan pegunungan sekitarnya yang menakjubkan. Pengunjung juga dapat berburu pernak-pernik khas lokal setempat dimana banyak terdapat kios-kios yang menjajakannya.
Sejarah Batu Persidangan dan kisah Orang Batak makan orang
Salah satu hal yang menarik di sini adalah terdapatnya batu dan kursi yang terbuat dari batu dan di kenal dengan Batu Persidangan dan batu Parhapuran. Batu persidangan ini merupakan tempat dimana dahulu di pergunakan untuk menghakimi para kriminal.
Di samping batu persidangan terdapat sebuah pohon yang telah berusia ratusan tahun yang di sebut juga pohon kebenaran atau pohon Hariara. Menurut warga setempat pohon tersebut menjadi pohon yang di sakralkan karena semua keputusan pengadilan yang diambil raja di sampaikan atau di sumpahkan ke pohon ini.
Persidangan ini di maksudkan untuk menentukan hukuman yang akan di berikan, jika terbukti melakukan pelanggaran berat maka akan di hukum mati dengan cara di pancung.
Bagi para terdakwa yang di jatuhi hukuman mati, mata terdakwa akan ditutup dan tangannya diikat menggunakan kain ulos. Terdakwa kemudian di rebahkan di atas batu datar yang cukup tinggi, lalu tubuhnya akan disayat-sayat untuk menguji ilmu kebal yang dimilikinya.
Hal itu berulang kali dilakukan hingga ilmu kebal dalam diri terdakwa tersebut menghilang. Kemudian dengan posisi siap untuk dipancung, algojo yang harus memancungnya hanya dengan sekali tebas.
Sambil bersorak ‘Horas, Horas‘ algojo menebas kepala terdakwa dengan pedang hingga kepalanya terlepas dari badannya.
Sementara itu, darah segar yang mengalir dari leher terdakwa ditampung dengan cawan. Kemudian badan tanpa kepala itu direbahkan kembali di atas batu untuk dipotong-potong kecil dan dipisahkan jantung, hati, serta dagingnya.
Cawan yang berisi darah segar, potongan daging, hati dan jantung itu akan diberikan kepada seluruh orang yang menonton pengadilan berdarah itu untuk dimakan.
Berdasarkan kepercayaan yang ada pada saat itu, apabila orang memakan daging, hati, jantung, dan darah terdakwa yang dipercaya memiliki ilmu tinggi konon orang yang memakannya akan mendapatkan ilmu yang lebih tinggi.
Kompleks Makam Raja Siallagan dan Sejarah Sigale-gale
Selain dari batu persidangan, di dalam kompleks ini juga terdapat makam Raja Siallagan dan keturunannya, beberapa makam masih terbuat dari batu, seperti masa megalitikum. Selain itu terdapat area eksekusi untuk menghukum penjahat yang sudah diadili, rumah untuk memasung penjahat, berbagai totem dari kayu, dan tidak ketinggalan boneka Sigale-gale.
Menurut pemandu, boneka Sigale-gale memiliki keunikan yaitu dapat menari bahkan mengeluarkan air mata dan dapat bergerak sendiri saat ritual tertentu. Ritual tersebut memiliki tujuan untuk memanggil arwah yang sudah meninggal. Karena memang tidak ada upacara pemanggilan arwah, maka penulis tidak bisa menyaksikan boneka ini bergerak sendiri.
Namun meski tidak bisa menonton pertunjukan boneka sigale-gale menari, pengunjung tetap bisa menonton pertunjukan tarian tor-tor, bahkan ikut Manortor (menari tor-tor) bersama-sama bersama pengunjung lainnya.
Dalam pertunjukan tersebut, disediakan pemandu tari yang akan mengajari dan memandu pengunjung untuk melakukan tarian. Tidak hanya itu, pengunjung bisa memakai topi dan selendang ulos, sehingga nuansa adat batak lebih terasa.
Lokasi Huta Siallagan
Bagi Anda yang ingin berkunjung ke tempat ini Anda dapat melalui Kota Parapat, kemudian menyeberang menuju Pulau Samosir dengan kapal ferry Hian Batak tujuan Ambarita. Dari pelabuhan Ambarita Anda cukup berjalan kami sekitar 5 menit untuk mencapai lokasi ini.
Alamat : Jl. Lkr. Tuktuk, Desa Siallagan, Pindaraya, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara
Secara keseluruhan, Huta Siallagan adalah destinasi unik dan menarik yang menawarkan sesuatu untuk semua orang. Apakah Anda tertarik dengan sejarah, budaya, atau alam, desa tradisional Batak ini wajib dikunjungi saat bepergian ke Sumatera Utara, Indonesia.