Dapatkan informasi lengkap Masjid Raya Baiturrahman. Mulai dari sejarah panjangnya, detail arsitektur memukau, hingga panduan praktis untuk berkunjung ke jantung spiritual masyarakat Aceh ini.

Masjid Raya Baiturrahman bukan sekadar tempat ibadah. Ia adalah mahakarya arsitektur, saksi bisu perjalanan sejarah yang panjang, serta simbol keimanan dan keteguhan masyarakat Aceh yang tak pernah lekang oleh waktu. Berdiri megah di jantung kota Banda Aceh, masjid ini menjadi ikon yang paling dicintai dan dihormati, baik oleh warga lokal maupun pengunjung dari seluruh dunia.

Masjid Raya Baiturrahman: Nilai Sejarah dari Perang hingga Tsunami

Sejarah Masjid Raya Baiturrahman adalah cerminan dari perjuangan dan kebangkitan rakyat Aceh.

  1. Era Kesultanan Aceh (1612): Masjid asli pertama kali didirikan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1612. Saat itu, masjid ini menjadi pusat pendidikan Islam dan penyebaran dakwah di Nusantara.
  2. Pembakaran oleh Belanda (1873): Momen paling tragis dalam sejarahnya terjadi pada Agresi Militer Belanda II. Tentara KNIL di bawah pimpinan Jenderal van Swieten membakar habis masjid ini pada 10 April 1873. Peristiwa ini menyulut amarah rakyat Aceh dan membangkitkan semangat jihad untuk melawan penjajah.
  3. Pembangunan Kembali (1879-1881): Menyadari kemarahan rakyat Aceh, Gubernur Jenderal Belanda, Johan Wilhelm van Lansberge, berjanji akan membangun kembali masjid tersebut sebagai upaya “meredam amarah”. Pembangunan ulang dimulai pada tahun 1879 dengan arsitek Belanda, Gerrit Bruins, yang kemudian dilanjutkan oleh L.P. Luijks. Masjid ini selesai dibangun dan diresmikan pada tahun 1881 dengan satu kubah bergaya arsitektur Mughal.
  4. Perluasan Bertahap:
    • 1935: Masjid diperluas dengan penambahan dua kubah di sisi kanan dan kiri, sehingga menjadi tiga kubah.
    • 1958-1965: Diperluas lagi dengan penambahan dua kubah dan dua menara, sehingga menjadi lima kubah.
    • 1991-1993: Perluasan terbesar dilakukan pada masa Gubernur Ibrahim Hasan. Masjid diperluas secara signifikan, menambah dua kubah lagi sehingga menjadi tujuh kubah, serta membangun beberapa menara baru dan memperluas halaman.
  5. Saksi Bisu Tsunami (2004): Pada 26 Desember 2004, saat gelombang tsunami dahsyat meluluhlantakkan Banda Aceh, Masjid Raya Baiturrahman berdiri kokoh secara ajaib. Bangunannya hanya mengalami sedikit kerusakan, sementara semua bangunan di sekitarnya hancur. Masjid ini menjadi tempat perlindungan bagi ribuan orang yang selamat dari bencana. Peristiwa ini semakin mengukuhkan posisinya sebagai simbol perlindungan ilahi dan harapan bagi rakyat Aceh.

Arsitektur: Perpaduan Kemegahan dan Filosofi

Arsitektur Masjid Raya Baiturrahman adalah perpaduan harmonis antara gaya Mughal (India), Moor (Spanyol), dan sentuhan lokal Aceh.

  • Gaya Arsitektur: Mengadopsi gaya Indo-Saracenic atau Mughal Revival yang populer pada masa itu, dengan ciri khas kubah bawang dan lengkungan-lengkungan yang megah.
  • Kubah Hitam Ikonik: Masjid ini memiliki 7 kubah utama yang berwarna hitam pekat, terbuat dari sirap (lempengan kayu ulin) yang tahan cuaca. Kubah-kubah ini menjadi ciri khas yang paling dikenal.
  • Menara: Terdapat total 8 menara, dengan menara utama yang tertinggi menjulang gagah di halaman depan. Menara ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan, tetapi juga menambah kemegahan visual masjid.
  • Interior yang Menakjubkan: Bagian dalam masjid terasa sejuk dan damai. Lantainya terbuat dari marmer putih yang didatangkan dari Italia. Pilar-pilar kokoh, dinding berukir kaligrafi, serta lampu gantung kristal raksasa menciptakan suasana yang khusyuk dan agung.
  • Halaman dan Payung Elektrik: Setelah renovasi besar terakhir (2015-2017), halaman masjid diubah total dengan lantai marmer dan 12 payung elektrik raksasa, mirip dengan yang ada di Masjid Nabawi, Madinah. Payung ini berfungsi sebagai peneduh dari panas matahari dan hujan, sekaligus menambah keindahan lanskap. Di bawah lantai marmer, terdapat area parkir bawah tanah yang luas.
  • Kolam dan Pintu: Sebuah kolam besar di depan masjid menciptakan pantulan bayangan yang indah, terutama saat malam hari. Pintu-pintu utama terbuat dari kayu jati dengan ukiran khas Aceh yang rumit dan artistik.

Informasi Kunjungan

Bagi Anda yang ingin mengunjungi Masjid Raya Baiturrahman, berikut adalah beberapa informasi penting:

  • Lokasi:
    Jalan Moh. Jam No.1, Kp. Baru, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Aceh. (Terletak tepat di pusat kota dan sangat mudah diakses).
  • Jam Buka:
    • Masjid terbuka 24 jam untuk ibadah.
    • Bagi wisatawan non-Muslim, waktu kunjungan yang disarankan adalah di luar waktu shalat lima waktu. Biasanya antara pukul 08.30 – 12.00, 13.30 – 15.30, dan setelah shalat Isya.
    • Hindari berkunjung pada hari Jumat siang karena akan sangat ramai untuk pelaksanaan Shalat Jumat.
  • Aturan Berpakaian (Wajib Dipatuhi):
    • Wanita: Wajib mengenakan pakaian yang longgar, sopan, tidak transparan, dan menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Wajib mengenakan jilbab/kerudung. Jika tidak membawa, biasanya tersedia jubah dan kerudung yang bisa dipinjam di pintu masuk khusus wisatawan.
    • Pria: Wajib mengenakan celana panjang dan baju berlengan. Tidak diperkenankan memakai celana pendek di atas lutut.
    • Semua pengunjung harus melepaskan alas kaki sebelum memasuki area suci (bagian dalam masjid).
  • Tips untuk Pengunjung:
    1. Hormati Waktu Shalat: Jika Anda berada di dalam masjid saat adzan berkumandang, berhentilah sejenak dan tunjukkan sikap hormat.
    2. Jaga Ketenangan: Dilarang membuat keributan, berbicara dengan suara keras, atau berlari-larian di dalam area masjid.
    3. Area Non-Muslim: Wisatawan non-Muslim biasanya diperbolehkan berada di area teras dan halaman, namun tidak diizinkan masuk ke ruang shalat utama, terutama saat ibadah berlangsung.
    4. Fotografi: Mengambil foto diperbolehkan, namun tetaplah bersikap sopan. Hindari menggunakan flash di dalam ruangan dan jangan memotret orang yang sedang shalat dari jarak dekat.
    5. Rasakan Kesejukannya: Berjalanlah tanpa alas kaki di atas lantai marmer di halaman. Rasakan sensasi sejuknya yang menenangkan, bahkan di bawah terik matahari.

Masjid Raya Baiturrahman lebih dari sekadar destinasi wisata religi. Ia adalah pengalaman spiritual, sebuah perjalanan menelusuri sejarah, dan kesempatan untuk menyaksikan kebesaran iman yang menjelma dalam arsitektur yang abadi.